Oleh: Hatimah (Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Sumbawa)
Paradigma negatif masyarakat mengenai kegiatan pertambangan masih beredar hingga saat ini. Mereka menganggap bahwa pertambangan hanya membawa kerugian untuk lingkungan sekitarnya. Masyarakat merasa khawatir kegiatan penambangan yang dilakukan dapat merusak lingkungan dan membuat mereka kehilangan mata pencaharian sebagai petani. Di satu sisi, industri pertambangan mempunyai potensi besar untuk menciptakan kemanfaatan bagi masyarakat dan dapat menciptakan perubahan sosial dan ekonomi. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai penerapan teknologi alternatif yang lebih ramah lingkungan menjadi sangat penting.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkenalkan teknologi retort sebagai solusi untuk mengurangi emisi merkuri dalam proses pengolahan emas. Teknologi retort bekerja dengan menangkap uap merkuri yang terbentuk selama proses pembakaran amalgam, sehingga mencegah merkuri terlepas ke udara dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, penting untuk terus mendorong kesadaran masyarakat tentang bahaya merkuri serta memperkenalkan teknologi yang lebih aman dan ramah lingkungan sebagai bagian dari pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan.
Tingkat pemahaman masyarakat sekitar tambang tentang teknologi ramah lingkungan bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti edukasi, akses informasi, dan keterlibatan dalam kegiatan perusahaan tambang. Pendidikan berperan penting dalam membentuk kesadaran lingkungan, sementara faktor sosial budaya dan pengalaman dapat memengaruhi bagaimana masyarakat menerima atau menolak teknologi baru. Lingkungan, termasuk cara teknologi digambarkan melalui media dan komunikasi, juga memainkan peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Selain itu, usia mempengaruhi bagaimana individu memahami dan menerima perubahan, dengan orang yang lebih muda cenderung lebih terbuka terhadap inovasi.
Contoh teknologi ramah lingkungan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan pertambangan antara lain adalah pengolahan asam tambang (AMD) dengan menggunakan bahan netralisasi seperti kapur, sistem bioremediasi untuk mengurangi kontaminasi logam berat, serta sistem pengolahan terpadu yang melibatkan pembuatan lahan basah buatan sebagai filter alami.
Kesimpulannya, pemahaman masyarakat sekitar tambang terhadap teknologi ramah lingkungan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pendidikan, sosial budaya, lingkungan, pengalaman, dan usia. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai teknologi ramah lingkungan agar masyarakat dapat lebih memahami dan menerima keberadaan teknologi tersebut dalam kegiatan pertambangan.
Editor: Ikhsan