Sumber gambar cover dari nikel.co.id
Penelitian ini dilakukan oleh Anggun Syafitri, Emsal Yanuar, dan Syamsul Bahtiar mengenai pengaruh suhu dan rasio pelarut terhadap proses pelindian nikel kadar rendah di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Nikel merupakan logam yang penting dalam berbagai industri, oleh karena itu pemisahan nikel dari sumbernya menjadi hal yang penting. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis bagaimana suhu dan rasio pelarut mempengaruhi perolehan nikel dari bijih laterit di Pomalaa, Sulawesi Tenggara menggunakan asam sulfat sebagai pelarut.
Proses ekstraksi nikel dimulai dengan persiapan sampel batu laterit yang dihancurkan menjadi partikel kecil sekitar 80 mesh untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan membebaskan mineral berharga dari matriksnya. Selanjutnya, sampel dikalsinasi pada suhu 450°C untuk mengubah sifat-sifat zat secara fisik maupun kimia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel batu laterit mengandung nikel sekitar 5,67%, kandungan yang cukup tinggi untuk diproses lebih lanjut.
Proses selanjutnya adalah pelindian yang dilakukan oleh Anggun dengan menggunakan asam sulfat sebagai pelarut. Mereka menguji pengaruh suhu dan rasio pelarut terhadap persentase ekstraksi nikel. Suhu yang digunakan adalah suhu kamar, 60°C, dan 90°C, dengan rasio pelarut terhadap padatan 1:10, 1:15, dan 1:20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin besar rasio pelarut, persentase ekstraksi nikel yang diperoleh juga semakin tinggi. Persentase ekstraksi nikel tertinggi adalah sekitar 66,76% pada suhu 90°C dengan rasio 1:20. Hal ini disebabkan karena pada suhu yang lebih tinggi, pelarut dapat bereaksi lebih efektif untuk melarutkan nikel, dan dengan rasio pelarut yang lebih besar, kontak antara pelarut dan padatan nikel menjadi lebih efektif.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suhu dan rasio pelarut memiliki pengaruh signifikan terhadap persentase ekstraksi nikel dari bijih laterit. Semakin tinggi suhu dan semakin besar rasio pelarut, persentase ekstraksi nikel yang diperoleh juga semakin tinggi. Oleh karena itu, parameter-parameter ini harus diperhatikan dengan baik dalam proses ekstraksi nikel secara hidrometalurgi.
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman tentang proses ekstraksi nikel dari bijih laterit menggunakan asam sulfat sebagai pelarut. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan metode ekstraksi nikel yang lebih efisien di masa depan. Selain itu, penelitian ini juga memberikan wawasan baru tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi logam dari bijih laterit, yang dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang ini.
Dengan demikian, penelitian ini memiliki implikasi penting dalam industri ekstraksi logam, khususnya dalam hal pemisahan nikel dari bijih laterit. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi landasan untuk pengembangan teknologi ekstraksi nikel yang lebih efisien dan ramah lingkungan di masa depan.